Senin, 27 Juli 2009

Pendidikan Sekolah Lebih Banyak Mengasah Otak Kiri Anak

Kurikulum di sekolah lebih banyak untuk mengasah otak kiri. Target untuk peringkat di sekolah, lulus dengan predikat memuaskan, dan nilai IPK tinggi, hanyalah kerja yang dilakukan oleh otak kiri. Padahal tidak semua orang yang pintar di sekolah bisa menjadi sukses. Hal ini perlu menjadi perhatian serius. Pasalnya, berdasarkan data,terdapat lebih kurang 780 ribu sarjana di Indonesia yang memiliki IPK tinggi dalam kondisi tidak memiliki pekerjaan alias menganggur. Hal itu disebabkan otak kanan yang tidak jalan.

Pernyataan tersebut disampaikan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. A. Purba dalam sebuah seminar, Sabtu (25-7). Seminar yang diselenggarakan di Gedung PKK itu mengusung tema Optimalisasi fungsi otak kanan dan otak kiri untuk mempersiapkan anak yang cerdas dan kreatif.

Purba mengatakan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi otak kanan adalah dengan jangan mengurangi kesempatan main bagi anak, memberikan mainan yang tidak lengkap, menceritakan dongeng, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, dan mengikuti berbagai lomba.

Siswa taman kanak-kanak hanya diajarkan untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan mengenal lingkungan di luar rumah. Akhir-akhir ini, terdapat pergeseran pembelajaran pada play group. maraknya playgroup yang mengajarkan bahasa inggris, menulis, membaca, dan matematika. Ditambah lagi informasi yang dari televisi sehingga pembelajaran tidak tidak terkendali.

Menurut dia, informasi yang tidak tepat kualitas dan kuantitasnya akan mengganggu kordinasi pusat di otak. Bahkan, koordinasi otak kanan dan kiri terganggu.

Proses belajar mengajar yang tidak tepat akan menyebabkan siswa kurang daya cipta dan kurang imajinasi, serta menghasilkan generasi yang pandai mengkritik, pandai meniru tapi miskin ide, tidak produktif, dan tidak mempunyai kemampuan memberikan solusi yang komprehensif.

Keberhasilan pendidikan, kata Purba, adalah pembelajaran yang demokratis, rasa senang belajar, konsentrasi belajar, dan menimbulkan rasa tanggung jawab anak dan disiplin.

Purba mengungkapkan faktor yang memengaruhi kecerdasan adalah genetik 40-50 persen, gizi (30-40 persen), dan lingkungan (10-20 persen).

Kebutuhan dasar anak, ujar Purba, untuk bisa tumbuh kembang dengan optimal adalah kebutuhan fisis biomedis, kebutuhan emosi kasih sayang, dan kebutuhan akan stimulus mental.

Kebutuhan fisik meliputi pangan, perawatan kesehatan, kesegaran jasmani, sanitasi, dan rekreasi. Kebutuhan emosi meliputi hubungan yang selaras antara ibu dan ayah.

Purba juga mengatakan orang tua harus memberi stimulus yang tepat, disiplin yang tegas dan penuh kasih sayang, serta memberikan suri tauladan. "Jangan suruh anak untuk belajar tapi orang tuanya malah nonton sinetron. Temanilah anak saat belajar," kata dia.


Sumber: Lampungpost dengan editan seperlunya.

0 komentar: